1. HADIST MUTAWATIR
a.
Pengertian Hadist Mutawatir
Hadits
Mutawir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang sudah bersepakat
tidak mungkin bohong, dari awal sampai akhir sanad.
Yang
termasuk hadist mutawatir adalah hadits-hadits yang pasti berasal dari
Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kedudukan hadist
mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali
b.
Jumlah
Perawi Dalam Hadits Mutawatir
1) Syarat
minimalnya 4 orang
Dalil
mereka adalah dengan menganalogikakan persaksian dalam persidangan. Seorang
Hakim dapat menerima persaksian empat orang, karena kesaksian dengan jumlah
tersebut sudah dapat meyakinkan hakim.
2) Syarat
minimalnya 5 orang
Dalil
mereka adalah jumlah ini sesuai dengan jumlah Rasulullah yang mendapat gelar
“ulul azami” yaitu 5 orang.
3) Syarat
minimalnya 10 orang
Dalil
mereka adalh logika yang mengatakan bahwa bilangan 10 sudah masuk katagori
jama’ahad/jama’qillah
4) Syarat
minimalnya 12 orang
Dalil
mereka adalah Q.S Al-Maidah(5) ayat 12 : “Dan kami kirim diantara mereka 12
perwakilan”
5) Syarat
minimalnya 20 orang
Dalil
mereka adalah Q.S Al Anfal(8) ayat 65 : “Hai Nabi, kabarkanlah semangat para
mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus
orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada
orang-orang mu’min yang mengikutimu.”
6) Syarat
minimalnya 40 orang
Dalil
mereka adalah jumlah sahabat yang 40 orang pada Q.S Al Anfa(8) ayat 64 : “Hai
Nabi, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagiorang-orang mu’min yang mengikutimu.
7) Syarat
minimalnya 70 orang
Dalil
yang digunakan adalah jumlah sahabat yang dipilih Nabi Musa pada Q.S A’raf(7)
ayat 155 : “Dan Musa memilih 70 orang dari kaumnya untuk perjanjian kami”
8) Syara
minimalnya 310an orang
Dalil
mereka adalah jumlah sahabat yang mengikut perang Badar yang berjumlahh 313
orang.
c.
Contoh
Hadits Mutawatir
قـَالَ
رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فـَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنَ النَّارِ
Rasulullah SAW
bersabda, “Barang siapa yang ini sengaja
berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di atas
api neraka.
Menurut
Al-Bazzar, hadits ini diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Al-Nawawi menyatakan
bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 200 orang sahabat.
2. HADIST
AHAD
a.
Pengertian Hadist Ahad
Hadist ahad
adalah hadist yang para rawinya tidak
mencapai jumlah rawi hadist mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat,
lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadist
dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadist mutawatir.
Hadist
ahad tidak pasti berasal dari Rasulullah
SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau, maka kedudukan hadist ahad sebagai sumber
ajaran Islam berada dibawah kedudukan hadist mutawatir. .
Namun jika
ada hadist yang termasuk kelompok hadist ahad
bertentangan isinya dengan hadist mutawatir, maka hadist tersebut harus
ditolak.
b.
Pembagian
Hadist Ahad
1) HADIST MASYHUR (HADIST
MUSTAFIDAH)
a.
Pengertian
Hadits Masyhur
Hadits Masyhur adalah
hadits yang diriwayatkan dari awal hingga akhir sanad oleh 3 orang /lebih dan
belum sampai jumlah mutawatir
b.
Otentitas Hadits Masyhur :
· Penilaian
Hadits Masyhur adalah berdasarkan popularitas, bukan berdasarkan kekuatan.
· Karena
itu Hadits Masyhur ada yang sahih, ada yang hasan dan ada yang da’if. Bahkan
banyak juga yang palsu.
c.
Contoh
Hadits Masyhur
· Contoh
yang Shahih
seperti hadits ibnu Umar yang berstatus
shahih, hasan dan dhaif
اِذَا
جَاءَكُمُ اْلجُمْعَهُ فَلْيَغْسِلْ
“Barang siapa yang
hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
· Contoh
yang Dha’if
Yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :
طَلَبُ
اْلعِلْمِ فَرِيْضَــهٌ عــَـلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَــــهٍ
“menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim
laki-laki dan perempuan.”
· Contoh
yang hasan
Yaitu hadits yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadits
hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti hadits Nabi yang berbunyi:
لاَ
ضَرَرَ وَلاَ ضـــِرَارَ
“tidak memberikan
bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”
2)
HADIST ‘AZIZ/ MUSTAFIDH
a.
Pengertian Hadits ‘Aziz
· Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan melalui 2 jalur
periwayatan, dalam satu tingkatannya
· Dalam matan Alfiah al-Suyuti, Hadits Aziz dapat dikategorikan
sahih jika memenuhi persyaratan hadits sahih, dan akan dikelompokkan ke hadits
palsu jika terdapat tanda dan ciri hadits palsu.
b.
Contoh
hadist 'aziz adalah hadist berikut ini:
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِـدِهِ
وَوَلــِدِهِ وَالنـَّـاسِ أَجْمَعِيْنَ
“tidak beriman seorang
di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya dari pada dirinya, orang tuanya,
anaknya, dan semua manusia,”
(H.R. Bukhari dan
Muslim).
3)
HADIST GHARIB
a.
Pengertian
Hadits Gharib
· Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh 1 orang, baik
pada setiap tingkatan sanadnya/pada sebagian sanadnya/juga pada satu tingkatan
sanadnya saja
· Hadits Gharib disebut juga dengan istilah fard
· Tetapi ada yang membedakan :
-
Fard mumnya untuk kesendirian
mutlak tanpa dibatasi oleh apapun.
-
Sedangkan istilah Gharib banyak dipakai untuk kesendirian
relative yang dibatasi dengan membandingkannya dengan seseuatu tertentu
b.
Cara Mengetahui Hadits Gharib
Untuk
menetapkan keghariban suatu hadits, maka harus diperiksa terlebih dahulu pada
kitab-kitab hadits, apakah hadits tersebut mempunyai sanad lain yang bisa
menjadi mutabi’ atau matan lain yang menjadi syahid, dengan kata lain apakah
hadits tersebut mempunyai I’tibar
Mutabi’ ada 2:
-
Mutabi’ Tam yaitu mutabi’
itu mengikuti periwayatan guru dari yang terdekat sampai guru yang terjauh.
-
Mutabi’ Qashir yaitu mutabi’
itu mengikuti periwayatan guru yang terdekat saja.
c.
Pembagian Hadits Gharib
· Gharib Mutlak
Yaitu hadits
yang menyendiri seoramg perawi dalam periwayatannya pada asal sanadnya
· Gharib Nisbi
Yaitu
perawi yang sendiri pada pertengahan sanadnya, atau hadits yang diriwayatkan
oleh lebih dari seoramg perawi pada asal sanadnya dan pada pertengahannya
terjadi penyendirian perawi.
Gharib Nisbi dibagi lagi,
yaitu :
-
Gharib (penyendirian)
tentang sifat keadilan dan kedhabitan.
-
Gharib (penyendirian)
tentang kota/tempat tinggal tertentu.
-
Gharib (penyendirian)
tentang meriwayatkannya darirawi tertentu.
· Gharib ada yang Sahih dan tidak Sahih
· Gharib dalam matan sekaligus sanadnya
· Ada juga Gharib dalam sanadnya saja tidak pada matannya.
d.
Yang Pertama Mengarang Tentang Gharib
· Al-Nadhr bin Syamil
· Abu ‘Abidah Ma’mar bib al-Mutsanna
· Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam
· Al-Qutaibi
· Abu Sulaiman al-Khatabi
HADITS BERDASARKAN KUALITAS
Kualitas hadist adalah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar
palsunya hadist itu berasal dari Rasulullah SAW. Penentuan kualitas hadist
tergantung pada tiga hal yaitu: jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan
1.
HADITS SAHIH
a.
Definisi Hadits Sahih
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat
ingatannya (dhabith), sanadnya bersambung, terhindar dari illat dan tidak syadz
b.
Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh Hadits Sahih
1) Sambung sanadnya
Bahwa
setiap perawi memang menerima hadist secara langsung dari perawi seatasnya
sejak permulaan sanad sampai penghabisannya.
Dengan
kata lain, perawi itu bertemu dan menerima langsung daro guru yang memberinya.
2) Perawinya harus adil
Setiap
perawinya haruslah memiliki sifat sebagai orang Islam, baligh, berakal, tidak
fasiq, dan tidak cacat muru’ahnya.
Keadilan
perawi menurut al-Sam’ani terletak pada
4 syarat, yaitu :
-
Selalu menjaga perbuatan hingga jauh
dari maksiat
-
Menjauhi dosa-dosa kecil
-
Tidak melakukan perkara-perkara mubah
yang dapat menggugurkan iman
-
Tidak mengikuti salah satu mazhab yang
bertentangan dengan syara’
3) Sempurna ingatannya (dhabit)
Dalam
arti, ingatannya lebih banyak dari pada lupanya, serta kebenaran lebih banyak dari
pada salahnya.
Dhabit
ada 2 macam :
-
Dhabit al-Shadr, yaitu perawi hafal
benar dengan apa yangh ia dengar dan memungkinkan bagibya untuk menyampaikan
kapan saja ketika dikehendaki.
-
Dhabit al-Kitab, yaitu perawi
bwnar-benar menjaga kitab yang ia tulis sejak ia mendengarnya serta tidak
menyerahkan kitab tersebut kepada
orang-orang yang tidak bisa menjaganya.
4) Tidak janggal/bertentangan denga riwayat yang lebih kuat (syadz)
Hadisnya
tidaklah merupakan hadist yang syadz. Syadz artinya tidak cocoknya seorang
perawi terpercaya terhadap seorang perawi yang lebih terpercaya darinya.
5) Terhindar dari cacat (illat)
c.
Pembagian Hadits Sahih
Hadist sahih dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
1) Hadist sahih lidzatih
Adalah hadist yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat
hadist sahih.
2) Hadist sahih lighairih
Adalah hadist dibawah tingkatan sahih yang menjadi hadist sahih
karena diperkuat oleh hadist-hadist yang lain.
2. HADITS
HASAN
a.
Definisi Hadits Hasan
Hadist hasan, menurut bahasa berarti hadist yang baik. Para ulama
menjelaskan bahwa hadist hasan tidak mengandung illat dan tidak mengandung
kejanggalan. Kekurangan hadist hasan dari hadist sahih adalah pada keadaan rawi
yang kurang dhabith, yakni kurang kuat hafalannya. Semua syarat hadist sahih
dapat dipenuhi dhabithnya rawi (cermatnya rawi).
b.
Pembagian Hadits Hasan
1)
Hadits Hasan li dzatih
Menurut Ibn Hajar ialah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh perawi yang adil namun ringan dhabitnya (disbandingkan dengan hadits
shahih), tidak ada syadz maupun illat
2) Hadits Hasan li ghairih
Adalah
hadist dibawah derajat hadist hasan yang naik ke tingkatan hadist hasan karena
ada hadist lain yang mengikutinya.
c.
Contoh
Hadits Hasan
Hadits
yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan
bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu salamah dari Abi Hurairah,
bahwa Nabi SAW bersabda :
أَعْمَارُ
اُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ اِليَ السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ
يَجُوْزُ ذَالِكَ
“Usia umatku antara 60
sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.”
3. HADITS
DHA’IF
a.
Definisi Hadits Dha’if
Hadits Dha’if menurut bahasa berarti hadist yang lemah. Para ulama
memberikan bagi hadist dha’if yaitu hadist yang tidak menghimpun sifat-sifat
hadist sahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadist hasan.
b.
Penyebab Dha’ifnya Hadits
· Kredibilitas
perawi yang lemah
· Keterputusan
silsilah sanad
· Ada
perbedaan antara beberapa riwayat
· Ada
kecacatan riwayat yang tidak tampak
c.
Syarat
Penggunaan Hadits Dha’if
Ibn
Hajar menyebutkan 5 syarat penggunaan hadits dha’if
· Dha’if
yeng tidak terlalu dha’if
· Sebagai
dalil untuk Fada’il A’mal
· Mempunyai
dasar lain dalam syariat yang kuat
· Tidak
meyakini dengan penuh apa yang dijanjikan
· Adanya
pendapat ulama lain yang menguatkan
d.
Contoh
Hadits Dha’if
Hadits
yang diriwayatkan oleh At-Tarmidzi melalui jalan hakim Al-Atsram dari Abu
Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda :
وَمَنْ
أَتَي حَائِضَا أَوِامْرَأَهٍ مِنْ دُبُرِ أَوْ كَاهِنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا
اُنْزِلَ عَلَي مُحَمَّدٍ
“Barang
siapa yang mendatang seorang wanita menstruasi (haid) atau pada dari jalan
belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka dia telah mengingkari apa yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Dalam
sanad hadits diatas terdapat seorang dhaif yaitu Hakim Al-Atsram yang dinilai
dhaif oleh para ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Thariq At- Tahzib memberikan
komentar : فِيْهِ
لَيِّنٌ padanya lemah.
.
e.
Kedudukan Hadits Dha’if
Para ulama sepakat menolak hadist sebagai hujjah dalam menetapkan
aqidah dan hukum. Namun sebagian ulama
membolehkan, karena memandang bahwa hadist tersebut dapat mendorong orang untuk
lebih giat mewujudkan amal yang diperintahkan itu. Sebagian lagi tidak
membolehkan memakai hadist dha’if manapun karena khawatir bahwa orang banyak
akan memandang hadist dha'if yang dipakai itu sebagai hadist Rasulullah.
TAKHRIJUL HADITS
A.
Pengertian Takhrij Hadits
Memberikan informasi
tempat sebuah hadits, yakni pada kitab-kitab sumber asli yang telah
meriwayatkan hadits itu dengan sanadnya, kemudian menjelaskan kekuatan hukum
hadits jika perlu.
B.
Tujuan
Takhrij Hadits
·
Tujuan awalnya, mencari tahu siapa
perawi hadits itu
·
Tujuan akhirnya, mengetahui bagaimana
hokum hadits itu
·
Sasaran dan tujuan akhir mentakhrij
adalah Apakah hadits ini boleh dijadikan dalil atau tidak.
C.
Metode
Takhrij
1)
ALFAZ
Yaitu dengan menentukan lafaz tertentu
sebagai langkah penelusuran.
· Kelebihan
-
Cukup mudah
-
Memberikan banyak alternative, karena
dalam satu hadits sering terdapat beberapa lafaz
-
Terdapat kitab indek dengan metode ini
yang menghimpun indek 9 kitab sejaligus
· Kekurangan
-
Banyak hadits yang tertinggal atau
kesalahan petunjuk
· Penggunaan
-
Dari matan yang ada, carilah kata-kata
yang masyhur dan mempunyai kata dasar
-
Jika dalam satu matan terdapat beberapa
alternative, maka gunakan lafaz yang popular akan menunjukkan alternative yang
banyak dan boleh jadi, hadits yang dicari tidak terkafer.
-
Jangan hanya menggunakan satu alternatif,
gunakan lebih dari satu kata, sebab tidak jarang hadits yang sama namun karena
lafaz yang berbeda, disebutkan isyaratnya dalam tempat yang berbeda
2)
ATHRAF
Yaitu dengan menjadikan awal matan
sebagai pedoman awal.
· Kelebihan
-
Metode yang paling mudah
-
Banyak kitab indek pendukung, termasuk
indek hadits pada akhir kitab
-
Terdapat banyak indek dengan metode ini
yang menghimpun inndek 250 kitab sekaligus
· Kekurangan
-
Tidak selamanya awal matan hadits
diketahui dan tidak jarang kalimat yang dikira sebagai awal kalimat ternyata
bukan awal kalimat
-
Banyak sekali hadits yang sama yang
diriwayatkan oleh beberapa perawi namun diriwayatkan dengan awal matan yang
berbeda
· Langkah-langkah
-
Jika metode ini yang dipilih, maka
langkah yang pertama adalah memastikan awal kalimat dari hadits yang dicari
-
Jika awal kalimat itu tidak diketahui,
maka jangan menggunakan metode ini
· Kitab Yang Digunakan
-
Hampir semua kitab yang cetakan
sekarang, dilengkapi dengan indek hadits di bagian akhir kitab. Namun
kelemahannya adalah indek tersebut hanya menunjukkan hadits pada kitab itu
saja.
-
Terdapat kitab gabungan indek hadits
yang dikenal dengan mausu’at al-Atraf yang ditulis oleh Abu Muhajir Basyuni
Zaghul
-
Kitab Mausu’ah tadi menghimpun 150
sampai 250 kitab.
3)
RAWI
Denga menjadikan perawi sebagai isyarat
awal
· Kelebihan
Memperpendek proses takhrij dengan
memperkenalkan ulama hadits yang meriwayatkann serta kitab-kitabnya.
· Kekurangan
Metode ini tidak dapat digunakan dengan
baik tanpa mengetahui perawi pertama
· Langkah-langkah
-
Mengetahui perawi pertama hadits yang
hendak dicari
-
Mencari nama perawi pertama dalam
kitab-kitab yang dijadikan rujukan
-
Mencari hadits yang diinginkan
· Kitab yang digunakan
-
Al-Masanid (musnad-musnad)
Yaitu
kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat
Contoh
:
Nama
Kitab
|
Tahun
Wafat Pengarang Kitab
|
Musnad
Ahmad bin Hanbal
|
241
H
|
Musnad
Abu Bakar Abdullah bin Zubair al-Humaidy
|
219
H
|
Musnad
Abu Dawud al-Thayalisi
|
204
H
|
-
Al-Ma’ajim (Mu’jam atau rumus)
Yaitu
kitab yang hadits-hadits disusun berdasarkan musnad sahabat, guru-guru, negeri,
dan lain-lain
Contoh
:
Nama
Kitab
|
Pengarang
|
Mu’jam
Al-Kabir
|
Al-Thabarani (360 H)
|
Mu’jam
al-Awsath
|
Al-Thabarani (360 H)
|
Mu’jam
al-Shahabah
|
Abu Ya’la al-Mushili
(307 H)
|
-
Al-Atraf (Kitab0kitab al A’traf)
Yaitu
jenis kitab hadits yang disusun dengan menyebutkan awal redaksi hadits
§ Kitab
ini disusun dengan 2 cara :
Hanya menyebutkan awal matan
Menyebutkan awal matan dan rawi pertama
hadits
§ Kitab
al-Atraf yang disusun dengan cara yang kedualah yang dapat menunjang takhrij
dengan metode perawi pertama
§ Contoh
:
Tuhfatul Asyraf bi ma’rifat al-Atraf
karya al-Mizzy (742 H) dan Dakhair al-Muwarits fi al Dilalati’ala
Mawadh’il-Hadits karya Abd ‘al-Ghani al-Nabulsy (1142 H)
4)
MAUDHU’
Yaitu dengan menggunakan tema dari makna
hadits sebagai langkah awal
· Kelebihan
-
Membutuhkan pengetahuan keabsahan lafaz
pertama matan, perubahan-perubahan benuk kata (dalam matan) serta pengenalan
terhadap rawi yang pertama. Yang dituntut dalam metodde ini adalah pengetahuan
akan kandungan hadits
-
Metode ini dapat memperkenalkan kepada
pengkaji terhadap maksud hadits yang sedang dicari
· Kekurangan
-
Terkadang kandungan hadits sulit
disimpulkan oleh pengkaji hadits sehingga tidak dapat menentukan temanya
-
Terkadang pemahaman pengkaji tidak
sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, seperti hadits yang semula disangka
pengkaji bertema peperangan, ternyata oleh penyusun diletakkan di hadits tafsir
· Langkah-langkah :
-
Menentukan hadits yang akan dicari
-
Menyimpulkan tema hadits tersebut
-
Mencarinya melalui tema ini pada
kitab-kitab yang menggunakan metode tematis
· Kitab Yang Digunakan
Memerlukan kitab-kitab hadits yang
tersusun berdasarkan bab dan tema. Kitab jenis ini sangat banyak dan
diklasifikasikan menjadi 3 bagian :
-
Pertama, kitab yang bab dan temanya
mencakup semua bab agama
-
Kedua, kitab yang bab dan topiknya
berkaitan dengan hal-hal agama
-
Ketiga, kitab yang bab-bab menyangkut
agama atau salah satu aspeknya
5)
SIFAT
Yaitu dengan melihat karakteristik
hadits yang dicari.
· Kelebihan
Mempermudahan proses takhrij karena
sudah ada karya yang memuat hadits-hadits berdasarkan sifat-sifat hadits
· Kekurangan
Metode ini cakupannya sangat terbatas
karena sedikitnya hadits yang dimuat dalam kita tersebut.
· Sifat Yang Terdapat Pada Matan
-
Jika matan hadits terdapat indikasi
palsu, baik kerancuan pada lafaz, rusaknya arti, bertentangan dengan nash-nash
Al Qur’an atau dari segi lainnya,
maka
cara yang paling cepat untuk mengetahui sumber takhrijnya (makhraj) adalah
dengan melihat kitab-kitab “al Maudhu’at”.
Di dalamnya akan ditemukan takhrijnya, komentar atasnya, dan sebab palsunya
-
Kitab-kitab “al- Maudhu’at ada yang
disusun berdasarkan huruf dan ada yang berdasarkan kitab
-
Selain dengan kitab tersebut, kitab lain
yang menunjang metode ini adalah kitab-kitab yang menghimpun hadits Qudsi,
Hadits Mursal dan Hadits Masyhur.
· Sifat Yang Ada Pada Sanad
Yaitu
jika pada sanad hadits terdapat salah satu isyarat sanad, seperti :
-
Jika terdapat seorang ayah yang
meriwayatkan hadits dari putranya, maka kitab yang dibutuhkan adalah kitab yang
khusus menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan ayah dari anaknya. Seperti :
riwayat al-‘Aba’i ‘aini al-Abna’I karya al-Bagsasi (W. 463 H)
-
Jika isnad berangkai maka diperlukan
kitab yang menghimpun hadits-hadits berangkai seperti :
1. Al-Mursalat
al-Kubra karya al-Suyuthi.
Kitab ibi menghimpun 85 hadits
2. Al-Manahil
al-Salsalah karya Muhammad bin Abdul Baqi al-Ayyubi (W. 1364 H).
Kitab ini menghimpun 212 hadits
-
Jika sanad itu mursal maka diperlukan
kitab al-Marasil, seperti :
1. Al-Marasil
karya Abu Dawud al-Sijistani.
Kitab ini disusun berdasarkan bab
2. Al-Marasil
karya Ibn Abi Hatim Abdurrahman bin Muhammad al-Razi (W. 327 H)
-
Jika terdapat perawi yang dha’if pada
sanadnya maka dapat mencarinya pada kitab al-Dhu’afa’ seperti : Mizan
al-I’tidal karya al-Zahabi, al-Kamil kaya ibn ‘Adiy
· Sifat Yang Terdapat Pada Matan Dan
Sanad
Yakni sifat yang kadang terjadi pada
matan dan sanad. Yang demikian seperti illat dan idham. Jika menemukan hadits
yang seperti itu maka kitab yang dibutuhkan di antaranya :
1. Ilal
al-Hadits karya Abu Hatim al-Razi.
Kitab
ini disusun berdasarkan bab. Dibawah tiap bab disebutkan hadits-hadits yang
ma’lul dan illatnya
2. Al-Asma’
al-Mubhamah fi al-Muhkamah karya al-Khatib al Bagdadi
3. Al-Mustafad
min Mubhamat al-Matan wa al-Isnad karya Abu Za’rah Ahmad bin Abdurrahman
al-Iraqi (-862 H_
Kitab ini disusun berdasarkan bab fiqih
D.
Kitab-Kitab Takhrij Populer
Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Turmuzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan
Ibnu Majah, Musnad Ahmad