Sabtu, 20 September 2014

Macam-Macam Hadits

1.    HADIST MUTAWATIR

a.         Pengertian Hadist Mutawatir
Hadits Mutawir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang sudah bersepakat tidak mungkin bohong, dari awal sampai akhir sanad.
Yang termasuk hadist mutawatir adalah hadits-hadits yang pasti berasal dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kedudukan hadist mutawatir sebagai sumber ajaran Islam tinggi sekali

b.        Jumlah Perawi Dalam Hadits Mutawatir
1)   Syarat minimalnya 4 orang
Dalil mereka adalah dengan menganalogikakan persaksian dalam persidangan. Seorang Hakim dapat menerima persaksian empat orang, karena kesaksian dengan jumlah tersebut sudah dapat meyakinkan hakim.
2)   Syarat minimalnya 5 orang
Dalil mereka adalah jumlah ini sesuai dengan jumlah Rasulullah yang mendapat gelar “ulul azami” yaitu 5 orang.
3)   Syarat minimalnya 10 orang
Dalil mereka adalh logika yang mengatakan bahwa bilangan 10 sudah masuk katagori jama’ahad/jama’qillah
4)   Syarat minimalnya 12 orang
Dalil mereka adalah Q.S Al-Maidah(5) ayat 12 : “Dan kami kirim diantara mereka 12 perwakilan”
5)   Syarat minimalnya 20 orang
Dalil mereka adalah Q.S Al Anfal(8) ayat 65 : “Hai Nabi, kabarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang mu’min yang mengikutimu.”
6)   Syarat minimalnya 40 orang
Dalil mereka adalah jumlah sahabat yang 40 orang pada Q.S Al Anfa(8) ayat 64 : “Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagiorang-orang  mu’min yang mengikutimu.
7)   Syarat minimalnya 70 orang
Dalil yang digunakan adalah jumlah sahabat yang dipilih Nabi Musa pada Q.S A’raf(7) ayat 155 : “Dan Musa memilih 70 orang dari kaumnya untuk perjanjian kami”
8)   Syara minimalnya 310an orang
Dalil mereka adalah jumlah sahabat yang mengikut perang Badar yang berjumlahh 313 orang.

c.         Contoh Hadits Mutawatir
قـَالَ رَسُوْلُ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فـَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang  ini sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di atas api neraka.
Menurut Al-Bazzar, hadits ini diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Al-Nawawi menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 200 orang sahabat.

2.    HADIST AHAD

a.      Pengertian Hadist Ahad
Hadist ahad adalah  hadist yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadist mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima atau seterusnya, tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadist dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadist mutawatir.
Hadist ahad  tidak pasti berasal dari Rasulullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau,  maka kedudukan hadist ahad sebagai sumber ajaran Islam berada dibawah kedudukan hadist mutawatir. .
Namun jika ada hadist yang termasuk kelompok hadist ahad  bertentangan isinya dengan hadist mutawatir, maka hadist tersebut harus ditolak.

b.        Pembagian Hadist Ahad
1)      HADIST MASYHUR (HADIST MUSTAFIDAH)
a.   Pengertian Hadits Masyhur
Hadits Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan dari awal hingga akhir sanad oleh 3 orang /lebih dan belum sampai jumlah mutawatir

b.   Otentitas Hadits Masyhur :
·      Penilaian Hadits Masyhur adalah berdasarkan popularitas, bukan berdasarkan kekuatan.
·      Karena itu Hadits Masyhur ada yang sahih, ada yang hasan dan ada yang da’if. Bahkan banyak juga yang palsu.

c.    Contoh Hadits Masyhur
·      Contoh yang Shahih
seperti hadits ibnu Umar yang berstatus shahih, hasan dan dhaif
اِذَا جَاءَكُمُ اْلجُمْعَهُ فَلْيَغْسِلْ
“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”
·      Contoh yang Dha’if 
Yaitu  hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits :
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَــهٌ عــَـلَي كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَــــهٍ
 “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”
·      Contoh yang hasan
Yaitu hadits yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti hadits Nabi yang berbunyi:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضـــِرَارَ
“tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”

2)      HADIST ‘AZIZ/ MUSTAFIDH
a.   Pengertian Hadits ‘Aziz
·      Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan melalui 2 jalur periwayatan, dalam satu tingkatannya
·      Dalam matan Alfiah al-Suyuti, Hadits Aziz dapat dikategorikan sahih jika memenuhi persyaratan hadits sahih, dan akan dikelompokkan ke hadits palsu jika terdapat tanda dan ciri hadits palsu.

b.   Contoh hadist 'aziz adalah hadist berikut ini:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّي أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِـدِهِ وَوَلــِدِهِ وَالنـَّـاسِ أَجْمَعِيْنَ
“tidak beriman seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintainya dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia,”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

3)      HADIST GHARIB
a.   Pengertian Hadits Gharib
·      Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh 1 orang, baik pada setiap tingkatan sanadnya/pada sebagian sanadnya/juga pada satu tingkatan sanadnya saja
·      Hadits Gharib disebut juga dengan istilah fard
·      Tetapi ada yang membedakan :
-          Fard mumnya untuk kesendirian mutlak tanpa dibatasi oleh apapun.
-          Sedangkan istilah Gharib banyak dipakai untuk kesendirian relative yang dibatasi dengan membandingkannya dengan seseuatu tertentu

b.   Cara Mengetahui Hadits Gharib
Untuk menetapkan keghariban suatu hadits, maka harus diperiksa terlebih dahulu pada kitab-kitab hadits, apakah hadits tersebut mempunyai sanad lain yang bisa menjadi mutabi’ atau matan lain yang menjadi syahid, dengan kata lain apakah hadits tersebut mempunyai I’tibar
Mutabi’ ada 2:
-       Mutabi’ Tam yaitu mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru dari yang terdekat sampai guru yang terjauh.
-       Mutabi’ Qashir yaitu mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru yang terdekat saja.

c.    Pembagian Hadits Gharib
·      Gharib Mutlak
Yaitu hadits yang menyendiri seoramg perawi dalam periwayatannya pada asal sanadnya
·      Gharib Nisbi
Yaitu perawi yang sendiri pada pertengahan sanadnya, atau hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari seoramg perawi pada asal sanadnya dan pada pertengahannya terjadi penyendirian perawi.
Gharib Nisbi dibagi lagi, yaitu :
-       Gharib (penyendirian) tentang sifat keadilan dan kedhabitan.
-       Gharib (penyendirian) tentang kota/tempat tinggal tertentu.
-       Gharib (penyendirian) tentang meriwayatkannya darirawi tertentu.
·      Gharib ada yang Sahih dan tidak Sahih
·      Gharib dalam matan sekaligus sanadnya
·      Ada juga Gharib dalam sanadnya saja tidak pada matannya.

d.   Yang Pertama Mengarang Tentang Gharib
·      Al-Nadhr bin Syamil
·      Abu ‘Abidah Ma’mar bib al-Mutsanna
·      Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam
·      Al-Qutaibi
·      Abu Sulaiman al-Khatabi

HADITS BERDASARKAN KUALITAS


Kualitas hadist adalah taraf  kepastian atau taraf dugaan tentang benar palsunya hadist itu berasal dari Rasulullah SAW. Penentuan kualitas hadist tergantung pada tiga hal yaitu: jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan
1.    HADITS SAHIH
a.         Definisi Hadits Sahih
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat ingatannya (dhabith), sanadnya bersambung, terhindar dari illat dan tidak syadz

b.        Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh Hadits Sahih
1)    Sambung sanadnya
Bahwa setiap perawi memang menerima hadist secara langsung dari perawi seatasnya sejak permulaan sanad sampai penghabisannya.
Dengan kata lain, perawi itu bertemu dan menerima langsung daro guru yang memberinya.
2)    Perawinya harus adil
Setiap perawinya haruslah memiliki sifat sebagai orang Islam, baligh, berakal, tidak fasiq, dan tidak cacat muru’ahnya.
Keadilan perawi menurut  al-Sam’ani terletak pada 4 syarat, yaitu :
-       Selalu menjaga perbuatan hingga jauh dari maksiat
-       Menjauhi dosa-dosa kecil
-       Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman
-       Tidak mengikuti salah satu mazhab yang bertentangan dengan syara’
3)    Sempurna ingatannya (dhabit)
Dalam arti, ingatannya lebih banyak dari pada lupanya, serta kebenaran lebih banyak dari pada salahnya.
Dhabit ada 2 macam :
-       Dhabit al-Shadr, yaitu perawi hafal benar dengan apa yangh ia dengar dan memungkinkan bagibya untuk menyampaikan kapan saja ketika dikehendaki.
-       Dhabit al-Kitab, yaitu perawi bwnar-benar menjaga kitab yang ia tulis sejak ia mendengarnya serta tidak menyerahkan kitab tersebut  kepada orang-orang yang tidak bisa menjaganya.
4)    Tidak janggal/bertentangan denga riwayat yang lebih kuat (syadz)
Hadisnya tidaklah merupakan hadist yang syadz. Syadz artinya tidak cocoknya seorang perawi terpercaya terhadap seorang perawi yang lebih terpercaya darinya.
5)    Terhindar dari cacat (illat)

c.       Pembagian Hadits Sahih
Hadist sahih dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
1)      Hadist sahih lidzatih
Adalah hadist yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadist sahih.
2)      Hadist sahih lighairih
Adalah hadist dibawah tingkatan sahih yang menjadi hadist sahih karena diperkuat oleh hadist-hadist yang lain.

2.    HADITS HASAN
a.      Definisi Hadits Hasan
Hadist hasan, menurut bahasa berarti hadist yang baik. Para ulama menjelaskan bahwa hadist hasan tidak mengandung illat dan tidak mengandung kejanggalan. Kekurangan hadist hasan dari hadist sahih adalah pada keadaan rawi yang kurang dhabith, yakni kurang kuat hafalannya. Semua syarat hadist sahih dapat dipenuhi dhabithnya rawi (cermatnya rawi).
b.      Pembagian Hadits Hasan
1)      Hadits Hasan li dzatih
Menurut Ibn Hajar ialah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil namun ringan dhabitnya (disbandingkan dengan hadits shahih), tidak ada syadz maupun illat

2)      Hadits Hasan li ghairih
Adalah hadist dibawah derajat hadist hasan yang naik ke tingkatan hadist hasan karena ada hadist lain yang mengikutinya.

c.       Contoh Hadits Hasan
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu salamah dari Abi Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda :
أَعْمَارُ اُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ اِليَ السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ
“Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian itu.”

3.    HADITS DHA’IF
a.      Definisi Hadits Dha’if
Hadits Dha’if menurut bahasa berarti hadist yang lemah. Para ulama memberikan bagi hadist dha’if yaitu hadist yang tidak menghimpun sifat-sifat hadist sahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadist hasan.
b.      Penyebab Dha’ifnya Hadits
·      Kredibilitas perawi yang lemah
·      Keterputusan silsilah sanad
·      Ada perbedaan antara beberapa riwayat
·      Ada kecacatan riwayat yang tidak tampak

c.       Syarat Penggunaan Hadits Dha’if
Ibn Hajar menyebutkan 5 syarat penggunaan hadits dha’if
·      Dha’if yeng tidak terlalu dha’if
·      Sebagai dalil untuk Fada’il A’mal
·      Mempunyai dasar lain dalam syariat yang kuat
·      Tidak meyakini dengan penuh apa yang dijanjikan
·      Adanya pendapat ulama lain yang menguatkan

d.      Contoh Hadits Dha’if
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tarmidzi melalui jalan hakim Al-Atsram dari Abu Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda :
وَمَنْ أَتَي حَائِضَا أَوِامْرَأَهٍ مِنْ دُبُرِ أَوْ كَاهِنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا اُنْزِلَ عَلَي مُحَمَّدٍ
“Barang siapa yang mendatang seorang wanita menstruasi (haid) atau pada dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka dia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Dalam sanad hadits diatas terdapat seorang dhaif yaitu Hakim Al-Atsram yang dinilai dhaif oleh para ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Thariq At- Tahzib memberikan komentar :     فِيْهِ لَيِّنٌ  padanya lemah.
.
e.       Kedudukan Hadits Dha’if
Para ulama sepakat menolak hadist sebagai hujjah dalam menetapkan aqidah dan hukum.  Namun sebagian ulama membolehkan, karena memandang bahwa hadist tersebut dapat mendorong orang untuk lebih giat mewujudkan amal yang diperintahkan itu. Sebagian lagi tidak membolehkan memakai hadist dha’if manapun karena khawatir bahwa orang banyak akan memandang hadist dha'if yang dipakai itu sebagai hadist Rasulullah.


TAKHRIJUL HADITS


A.    Pengertian Takhrij Hadits
Memberikan informasi tempat sebuah hadits, yakni pada kitab-kitab sumber asli yang telah meriwayatkan hadits itu dengan sanadnya, kemudian menjelaskan kekuatan hukum hadits jika perlu.

B.     Tujuan Takhrij Hadits
·         Tujuan awalnya, mencari tahu siapa perawi hadits itu
·         Tujuan akhirnya, mengetahui bagaimana hokum hadits itu
·         Sasaran dan tujuan akhir mentakhrij adalah Apakah hadits ini boleh dijadikan dalil atau tidak.

C.    Metode Takhrij
1)   ALFAZ
Yaitu dengan menentukan lafaz tertentu sebagai langkah penelusuran.
·      Kelebihan
-       Cukup mudah
-       Memberikan banyak alternative, karena dalam satu hadits sering terdapat beberapa lafaz
-       Terdapat kitab indek dengan metode ini yang menghimpun indek 9 kitab sejaligus
·      Kekurangan
-       Banyak hadits yang tertinggal atau kesalahan petunjuk
·      Penggunaan
-       Dari matan yang ada, carilah kata-kata yang masyhur dan mempunyai kata dasar
-       Jika dalam satu matan terdapat beberapa alternative, maka gunakan lafaz yang popular akan menunjukkan alternative yang banyak dan boleh jadi, hadits yang dicari tidak terkafer.
-       Jangan hanya menggunakan satu alternatif, gunakan lebih dari satu kata, sebab tidak jarang hadits yang sama namun karena lafaz yang berbeda, disebutkan isyaratnya dalam tempat yang berbeda

2)   ATHRAF
Yaitu dengan menjadikan awal matan sebagai pedoman awal.
·      Kelebihan
-       Metode yang paling mudah
-       Banyak kitab indek pendukung, termasuk indek hadits pada akhir kitab
-       Terdapat banyak indek dengan metode ini yang menghimpun inndek 250 kitab sekaligus
·      Kekurangan
-       Tidak selamanya awal matan hadits diketahui dan tidak jarang kalimat yang dikira sebagai awal kalimat ternyata bukan awal kalimat
-       Banyak sekali hadits yang sama yang diriwayatkan oleh beberapa perawi namun diriwayatkan dengan awal matan yang berbeda
·      Langkah-langkah
-       Jika metode ini yang dipilih, maka langkah yang pertama adalah memastikan awal kalimat dari hadits yang dicari
-       Jika awal kalimat itu tidak diketahui, maka jangan menggunakan metode ini
·      Kitab Yang Digunakan
-       Hampir semua kitab yang cetakan sekarang, dilengkapi dengan indek hadits di bagian akhir kitab. Namun kelemahannya adalah indek tersebut hanya menunjukkan hadits pada kitab itu saja.
-       Terdapat kitab gabungan indek hadits yang dikenal dengan mausu’at al-Atraf yang ditulis oleh Abu Muhajir Basyuni Zaghul
-       Kitab Mausu’ah tadi menghimpun 150 sampai 250 kitab.

3)   RAWI
Denga menjadikan perawi sebagai isyarat awal
·      Kelebihan
Memperpendek proses takhrij dengan memperkenalkan ulama hadits yang meriwayatkann serta kitab-kitabnya.
·      Kekurangan
Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui perawi pertama
·      Langkah-langkah
-       Mengetahui perawi pertama hadits yang hendak dicari
-       Mencari nama perawi pertama dalam kitab-kitab yang dijadikan rujukan
-       Mencari hadits yang diinginkan
·      Kitab yang digunakan
-       Al-Masanid (musnad-musnad)
Yaitu kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat
Contoh :
Nama Kitab
Tahun Wafat Pengarang Kitab
Musnad Ahmad bin Hanbal
241 H
Musnad Abu Bakar Abdullah bin Zubair al-Humaidy
219 H
Musnad Abu Dawud al-Thayalisi
204 H

-       Al-Ma’ajim (Mu’jam atau rumus)
Yaitu kitab yang hadits-hadits disusun berdasarkan musnad sahabat, guru-guru, negeri, dan lain-lain
Contoh :
Nama Kitab
Pengarang
Mu’jam Al-Kabir
Al-Thabarani (360 H)
Mu’jam al-Awsath
Al-Thabarani (360 H)
Mu’jam al-Shahabah
Abu Ya’la al-Mushili (307 H)

-       Al-Atraf (Kitab0kitab al A’traf)
Yaitu jenis kitab hadits yang disusun dengan menyebutkan awal redaksi hadits
§  Kitab ini disusun dengan 2 cara :
Hanya menyebutkan awal matan
        Menyebutkan awal matan dan rawi pertama hadits
§  Kitab al-Atraf yang disusun dengan cara yang kedualah yang dapat menunjang takhrij dengan metode perawi pertama
§  Contoh :
Tuhfatul Asyraf bi ma’rifat al-Atraf karya al-Mizzy (742 H) dan Dakhair al-Muwarits fi al Dilalati’ala Mawadh’il-Hadits karya Abd ‘al-Ghani al-Nabulsy (1142 H)
4)   MAUDHU’
Yaitu dengan menggunakan tema dari makna hadits sebagai langkah awal
·      Kelebihan
-       Membutuhkan pengetahuan keabsahan lafaz pertama matan, perubahan-perubahan benuk kata (dalam matan) serta pengenalan terhadap rawi yang pertama. Yang dituntut dalam metodde ini adalah pengetahuan akan kandungan hadits
-       Metode ini dapat memperkenalkan kepada pengkaji terhadap maksud hadits yang sedang dicari
·      Kekurangan
-       Terkadang kandungan hadits sulit disimpulkan oleh pengkaji hadits sehingga tidak dapat menentukan temanya
-       Terkadang pemahaman pengkaji tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, seperti hadits yang semula disangka pengkaji bertema peperangan, ternyata oleh penyusun diletakkan di hadits tafsir
·      Langkah-langkah :
-       Menentukan hadits yang akan dicari
-       Menyimpulkan tema hadits tersebut
-       Mencarinya melalui tema ini pada kitab-kitab yang menggunakan metode tematis
·      Kitab Yang Digunakan
Memerlukan kitab-kitab hadits yang tersusun berdasarkan bab dan tema. Kitab jenis ini sangat banyak dan diklasifikasikan menjadi 3 bagian :
-       Pertama, kitab yang bab dan temanya mencakup semua bab agama
-       Kedua, kitab yang bab dan topiknya berkaitan dengan hal-hal agama
-       Ketiga, kitab yang bab-bab menyangkut agama atau salah satu aspeknya

5)   SIFAT
Yaitu dengan melihat karakteristik hadits yang dicari.
·      Kelebihan
Mempermudahan proses takhrij karena sudah ada karya yang memuat hadits-hadits berdasarkan sifat-sifat hadits
·      Kekurangan
Metode ini cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya hadits yang dimuat dalam kita tersebut.
·      Sifat Yang Terdapat Pada Matan
-       Jika matan hadits terdapat indikasi palsu, baik kerancuan pada lafaz, rusaknya arti, bertentangan dengan nash-nash Al Qur’an atau dari segi lainnya,
maka cara yang paling cepat untuk mengetahui sumber takhrijnya (makhraj) adalah dengan melihat kitab-kitab “al Maudhu’at”. Di dalamnya akan ditemukan takhrijnya, komentar atasnya, dan sebab palsunya
-       Kitab-kitab “al- Maudhu’at ada yang disusun berdasarkan huruf dan ada yang berdasarkan kitab
-       Selain dengan kitab tersebut, kitab lain yang menunjang metode ini adalah kitab-kitab yang menghimpun hadits Qudsi, Hadits Mursal dan Hadits Masyhur.
·      Sifat Yang Ada Pada Sanad
Yaitu jika pada sanad hadits terdapat salah satu isyarat sanad,  seperti :
-       Jika terdapat seorang ayah yang meriwayatkan hadits dari putranya, maka kitab yang dibutuhkan adalah kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan ayah dari anaknya. Seperti : riwayat al-‘Aba’i ‘aini al-Abna’I karya al-Bagsasi (W. 463 H)
-       Jika isnad berangkai maka diperlukan kitab yang menghimpun hadits-hadits berangkai seperti :
1.      Al-Mursalat al-Kubra karya al-Suyuthi.
Kitab ibi menghimpun 85 hadits
2.      Al-Manahil al-Salsalah karya Muhammad bin Abdul Baqi al-Ayyubi (W. 1364 H).
Kitab ini menghimpun 212 hadits
-       Jika sanad itu mursal maka diperlukan kitab al-Marasil, seperti :
1.      Al-Marasil karya Abu Dawud al-Sijistani.
Kitab ini disusun berdasarkan bab
2.      Al-Marasil karya Ibn Abi Hatim Abdurrahman bin Muhammad al-Razi (W. 327 H)
-       Jika terdapat perawi yang dha’if pada sanadnya maka dapat mencarinya pada kitab al-Dhu’afa’ seperti : Mizan al-I’tidal karya al-Zahabi, al-Kamil kaya ibn ‘Adiy

·      Sifat Yang Terdapat Pada Matan Dan Sanad
Yakni sifat yang kadang terjadi pada matan dan sanad. Yang demikian seperti illat dan idham. Jika menemukan hadits yang seperti itu maka kitab yang dibutuhkan di antaranya :
1.      Ilal al-Hadits karya Abu Hatim al-Razi.
Kitab ini disusun berdasarkan bab. Dibawah tiap bab disebutkan hadits-hadits yang ma’lul dan illatnya
2.      Al-Asma’ al-Mubhamah fi al-Muhkamah karya al-Khatib al Bagdadi
3.      Al-Mustafad min Mubhamat al-Matan wa al-Isnad karya Abu Za’rah Ahmad bin Abdurrahman al-Iraqi (-862 H_
Kitab ini disusun berdasarkan bab fiqih

D.    Kitab-Kitab Takhrij Populer

Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Turmuzi, Sunan an-Nasa’I, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar