Pentingnya Pengkajian Naskah Mantra dalam Konteks Sosial
Budaya
Sebagai salah dokumen warisan budaya, mantra sebagai bagian
dari naskah-naskah kuno termasuk ke dalam salah satu unsur budaya yang erat
kaitannya dengan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Namun, tidak banyak
peneliti yang mengkaji tentang mantra dan kaitannya dalam konteks sosial budaya
yang melatarbelakanginya. Padahal, di wilayah Sunda saja, sedikitnya terdapat
76 buah naskah yang secara khusus berupa mantra dan kumpulan doa. Adapun naskah
yang sudah ditemukan atau dideskripsi baru sekitar 16 buah naskah mantra.
Menurut Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S., baru sekitar 3
naskah yang telah digarap secara filologis dari data yang didokumentasikan,
yakni Mantra Pangbaran, Magis-Ajian-jeung-Pelet, serta Magic.
Sehingga, naskah-naskah mantra yang lainnya masih banyak yang belum ditangani
dan dilakukan pengkajian. Apabila dibiarkan, naskah-naskah tersebut
dikhawatirkan akan rusak bahkan hilang. “Penelitian mengenai naskah sangat
berguna untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat mengenai arti pentingnya
sebuah naskah buhun, kuno, sehingga menggugah keinginan untuk menjaga
dan melestarikannya,” ungkap Elis saat membacakan disertasinya di Sidang
Terbuka Promosi Doktor di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana Unpad, kampus Unpad
Bandung, Rabu (14/11).
Lebih
lanjut Elis mengungkapkan, mantra sendiri keberadaannya masih dipertahankan
dengan baik oleh masyarakat Sunda khususnya yang tinggal di kampung-kampung
adat, seperti Baduy, dan Kampung Naga. Masyarakat Pengamal Mantra, begitu Elis
mengistilahkan, menganggap bahwa membaca mantra sama dengan membaca doa. “Dalam
konteks Sosiologi Sastra, mantra sering digunakan bagi para tokoh masyarakat
adat dalam kegiatan, seperti khitanan, pernikahan, atau pengobatan tradisional,”
jelasnya.
Sebagai peneliti yang berkecimpung di dunia Filologi, Elis
pun menekankan dengan dikajinya teks naskah mantra, setidaknya telah mampu
mengikis apriori masyarakat terhadap keberadaan mantra. Sebagaimana yang tampak
dalam kehidupan di masyarakat Baduy, mantra telah menjadi bagian dari adat
istiadat, tradisi, dan kepercayaan mereka yang menganut aliran Selam Wiwitan.
Hal ini membuktikan bahwa mantra secara representatif menunjukkan kenyataan
tentang adanya bayangan nilai-nilai budaya yang secara luhur sebagai hasil
pemikiran, sikap hidup, pandangan, dan cita-cita dari para leluhur Sunda. “Penelitian
terhadap mantra memperlihatkan sebagai salah satu usaha untuk mengenali kembali
berbagai aspek budaya yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Nasional,” ungkap Elis yang telah
melakukan penelitiannya ke beberapa Kampung Adat di Jawa Barat, Banten, dan
Cilacap.
Dalam
simpulannya, Elis pun berharap bahwa disertasinya mengenai mantra ini merupakan
tolok ukur bagi penelitian tentang mantra maupun naskah kuno lainnya untuk
memperkaya khazanah penelitian, baik untuk Filologi, Linguistik, Antropologi,
maupun Sastra.
sumber :
http://Pentingnya Pengkajian Naskah Mantra dalam Konteks Sosial Budaya»Universitas Padjadjaran.htm/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar