Jumat, 03 Oktober 2014

Wara'

1.      Pengertian
                        Wira' bisa diartikan bersikap dan berlaku hati-hati terhadap hal-hal yang makruh dan hal-hal yang syubhat. Hal-hal yang makruh adalah sesuatu yang jika ditinggalkan oleh seseorang maka ia akan mendapat pahala dan jika dilakukan maka tidak ada dosa atau pun pahala baginya. Jadi, hal-hal yang makruh adalah sesuatu yang lebih baik untuk ditinggalkan dari pada dilakukan. Sedangkan, hal-hal yang syubhat adalah segala sesuatu yang belum jelas hukumnya, sesuatu yang belum jelas antara halal dan haramnya, baik yang berupa makanan, pakaian, tempat, dan lain sebagainya.
                        Lihatlah bagaimana sikap Imam Nawawi rahimahullah dalam menyikapi apabila ada keragu-raguan dalam masalah suatu hukum, halal ataukah haram. Beliau berkata,
فَإِذَا تَرَدَّدَ الشَّيْء بَيْن الْحِلّ وَالْحُرْمَة ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِ نَصّ وَلَا إِجْمَاع ، اِجْتَهَدَ فِيهِ الْمُجْتَهِد ، فَأَلْحَقهُ بِأَحَدِهِمَا بِالدَّلِيلِ الشَّرْعِيّ فَإِذَا أَلْحَقَهُ بِهِ صَارَ حَلَالًا ، وَقَدْ يَكُون غَيْر خَال عَنْ الِاحْتِمَال الْبَيِّن ، فَيَكُون الْوَرَع تَرْكه ، وَيَكُون دَاخِلًا فِي قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( فَمَنْ اِتَّقَى الشُّبُهَات فَقَدْ اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضه )
                        “Jika muncul keragu-raguan akan halal dan haramnya sesuatu, sedangkan tidak ada dalil tegas, tidak ada ijma’ (konsensus  ulama); lalu yang punya kemampuan berijtihad, ia berijtihad dengan menggandengkan hukum pada dalil, lalu jadinya ada yang halal, namun ada yang masih tidak jelas hukumnya, maka sikap wara’ adalah meninggalkan yang masih meragukan tersebut. Sikap wara’ seperti ini termasuk dalam sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Barangsiapa yang selamat dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (Syarh Muslim, 11: 28).

2. Keutamaan Sikap Wara’
Mengenai keutamaan sifat wara’ telah disebutkan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya,
فضل العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع                                          
Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara’” (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath, Al Bazzar dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 68 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
وقد جمع النبي الورع كله في كلمة واحدة فقال : من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه فهذا يعم الترك لما لا يعني : من الكلام والنظر والاستماع والبطش والمشي والفكر وسائر الحركات الظاهرة والباطنة فهذه الكلمة كافية شافية في الورع
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun makna wara’ dalam satu kalimat yaitu dalam sabda beliau, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang yaitu meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” Hadits ini dimaksudkan untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat yaitu mencakup perkataan, pandangan, mendengar, bertindak anarkis, berjalan, berpikir, dan aktivitas lainnya baik lahir maupun batin. Hadits tersebut sudah mencukupi untuk memahami arti wara’.” (Madarijus Salikin, 2: 21).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar