1. Pengertian
Wira' bisa diartikan
bersikap dan berlaku hati-hati terhadap hal-hal yang makruh dan hal-hal yang
syubhat. Hal-hal yang makruh adalah sesuatu yang jika ditinggalkan oleh
seseorang maka ia akan mendapat pahala dan jika dilakukan maka tidak ada dosa
atau pun pahala baginya. Jadi, hal-hal yang makruh adalah sesuatu yang lebih
baik untuk ditinggalkan dari pada dilakukan. Sedangkan, hal-hal yang syubhat
adalah segala sesuatu yang belum jelas hukumnya, sesuatu yang belum jelas
antara halal dan haramnya, baik yang berupa makanan, pakaian, tempat, dan lain
sebagainya.
Lihatlah bagaimana sikap
Imam Nawawi rahimahullah dalam menyikapi
apabila ada keragu-raguan dalam masalah suatu hukum, halal ataukah haram.
Beliau berkata,
فَإِذَا
تَرَدَّدَ الشَّيْء بَيْن الْحِلّ وَالْحُرْمَة ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِ نَصّ وَلَا
إِجْمَاع ، اِجْتَهَدَ فِيهِ الْمُجْتَهِد ، فَأَلْحَقهُ بِأَحَدِهِمَا
بِالدَّلِيلِ الشَّرْعِيّ فَإِذَا أَلْحَقَهُ بِهِ صَارَ حَلَالًا ، وَقَدْ يَكُون
غَيْر خَال عَنْ الِاحْتِمَال الْبَيِّن ، فَيَكُون الْوَرَع تَرْكه ، وَيَكُون
دَاخِلًا فِي قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( فَمَنْ اِتَّقَى
الشُّبُهَات فَقَدْ اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضه )
“Jika muncul
keragu-raguan akan halal dan haramnya sesuatu, sedangkan tidak ada dalil tegas,
tidak ada ijma’ (konsensus ulama); lalu yang punya kemampuan berijtihad,
ia berijtihad dengan menggandengkan hukum pada dalil, lalu jadinya ada yang
halal, namun ada yang masih tidak jelas hukumnya, maka sikap wara’ adalah meninggalkan yang masih meragukan
tersebut. Sikap wara’ seperti ini termasuk dalam sabda Nabi
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Barangsiapa yang selamat dari perkara syubhat,
maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (Syarh
Muslim, 11: 28).
2.
Keutamaan Sikap Wara’
Mengenai
keutamaan sifat wara’ telah disebutkan oleh Nabi Muhammad dalam sabdanya,
فضل
العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع
“Keutamaan
menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama
kalian adalah sifat wara’” (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath, Al
Bazzar dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At
Tarhib 68 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
وقد جمع النبي الورع كله في كلمة واحدة فقال : من
حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه فهذا يعم الترك لما لا يعني : من الكلام والنظر
والاستماع والبطش والمشي والفكر وسائر الحركات الظاهرة والباطنة فهذه الكلمة كافية
شافية في الورع
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun makna wara’ dalam satu kalimat
yaitu dalam sabda beliau, “Di
antara tanda kebaikan Islam seseorang yaitu meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat.” Hadits ini dimaksudkan untuk meninggalkan
hal yang tidak bermanfaat yaitu mencakup perkataan, pandangan, mendengar,
bertindak anarkis, berjalan, berpikir, dan aktivitas lainnya baik lahir maupun
batin. Hadits tersebut sudah mencukupi untuk memahami arti wara’.” (Madarijus
Salikin, 2: 21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar